12.08.2008

NISFU


HUKUM MEMPERINGATI MALAM NISFU SYA"BAN

Al Hafiz Ibnu Rajab dalam bukunya"La thaiful Ma'arif", menjelaskan sebagai berikut:
Para tabi'in dikalangan penduduk syam, seperti Khalid bin Ma'dan, Makhul, Luqman bin "Amr dan lainnya, mereka memuliakan malam nisfu sya'ban dan melakukan ibadah sebanyak mungkin padanya. Dari merekalah orang-orang mengabil keutamaan dan kebesaran malam tersebut. Dan menurut satu pendapat, mereka menerima beberapa atsar israiliyah. Tatkala hal mashyur bersumber dari mereka dimana-mana, para ulama berselisih pendapat dalam menanggapinya. Ada yang menerima dan menyetujui mereka dalam membesarkan malam tersebut, seperti sebagian ahli ibadah dari kalangan penduduk Basrah, sedangakan mayoritas ulama Hijaz mengingkarinya seperti, "aha" dan Ibnu Abi Mulaikhah, dan fuqaha/ulama fiqih Madinah seperti dinukil oleh Abdur Rahman bin Zaid bin Aslam. ini adalah pendapat para pengikut Imam malik dan selain mereka, semua mengatakan bid'ah.
Para ulama dari Syam sendiri, berselisih pendapat tentang teknis menghidupkan malam tersebut:

Pendapat pertama :
Disunatkan menghidupkan malam tersebut secara berjamaah dalam mesjid. Khalid Ma,dan, Lukman bin 'Amar dan lainnya memakai pakaian yang terbagus pada malam tersebut, memakai harum-haruman dan bercelak, lalu mereka beribadah dimesjid. hal ini disetujui pula oleh Ishak bin Rahawaih, beliau berkata tentang menghidupkannya di mesjid secara berjamaah:"Hal ini tidaklah termasuk bid'ah", dinukil darinya oleh Al Karmani dalam "Al Masaail".
Pendapat kedua :
Makruh hukumnya berkumpul dimesjid pada malam tersebut, baik untuk shalat, bercerita dan berdo'a. Tetapi tidak makruh bagi seseorang yang melakukan shalat pada malam itu dengan sendirian. Ini adalah pendapat Awzaa'i, seorang ulama dan ahli fiqih dari Syam.

Sedangkan Imam Ahmad, tidak diketahui komentar beliau secara tegas tentang menghidupkan malam Nisfu Sya'ban. namun dapat ditakhrij dari beliau dua riwayat berdasarkan pendapat beliau dalam masalah ibadah. dalam satu riwayat beliau mengatakan, tidak mustahab(dianjurkan) menghidupkan malam tersebut secara berjamaah, karena hal itu tidak ada sama sekali dinukil dari Nabi saw dan juga para sahabat.
Dalam riwayat lain beliau mengatakan hal itu musthab, berdasarkan apa yang dilakukan oleh Abdur Rahman bin Yazid bin Aswad, dari kalangan tabi'in. Begitu pula halnya dengan menghidupkan malam Nishfu Sya'ban untuk beribadah. Demikian, secara ringkas perkataan Al Hafizh Ibnu Rajab dalam masalah tersebut, secara tegas beliau mengatakan bahwa tidak ada sama sekali dinukil dari Rasulullah dan para sahabatnya tentang iabdah secara khusus dimalam nisfu sya'ban. Sedangkan pendapat Awza'i tentang dianjurkannya beribadah pada malam nisfu sya'ban secara pereorangna dan dikuti oleh Hafidz Ibnu Rajab adalah lemah, karena segala sesuatu yang tidak ada dalilnya dalam syari'at maka hal itu tidak boleh dilakukan seorang muslim, baik secara berjamaah maupun sendirian, baik secara sembunyi ataupunterang-terangan, berdasarkan sabda Nabi saw:
"Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang tidak berdasarkan perintah Kami, maka amalan itu akan ditolak".

Imam Abu Bakar Ath Tharthusyi dalam bukunya"Al Hawadits Wal Bida", mengatakan:"Ibnu Wadhah meriwayatkan dari Zaid bin aslam, beliau berkata :"Kami tidak mendapatkan seorangpun diantara guru dan ulama kami, yang memberikan perhatian khusus kepada malam Nisfu Sya'ban.
Seseorang mengatakan kepada Ibnu Abi Mulaikah, bahwa Ziyad An Numairi berkata:"Sesungguhnya pahala beribadah pada malam Nisfu Sya,ban sama dengan pahala beribadah pada malam Lailatul Qadar". Beliau menjawab:"Kalaulah aku yang mendengarnya, kemudian ditanganku ada tongkat, niscaya aku akan memukulnya, Ziad terkenal sebagai seorang ahli bercerita".

Ima Asy Syaukani dalam bukunya"Al Fawaid Majmu'ah" berkata:"Hadits yang berbunyi,
"Hai Ali ! Barangsiapa yang melakukan shalat seratus raka'at pada malam Nisfu Sya'ban yang mana pada setiap raka'at dia membaca Al Fatihah dan surat Al Ikhlas sebanyak sepuluh kali, maka Allah akan memenuhi semua hajatnya".
Hadits tersebut adalah palsu, dari lafal yang menerangkan ganjaran pahala bagi pelakunya. Hadits ini juga diriwayatkan dari dua jalur sanad yang lain, tetapi semuanya adalah palsu dan para rawinya majhul(tidak dikenal).
Dalam bukunya"Al Mukhtashar" Imam Syaukani berkata:"Hadits tentang shalat pada Nisfu Sya'ban adalah bathil.
Adapun riwayat Ibnu Hibban dari Ali ra:"Apabila datang malam nisfu sya,ban, maka lakukanlah qiyamul lail dan berpuasalah pada siangnya", adalah lemah".
Dalam bukunya"Allaali" Imam Suyuti berkata:"Seratus raka'at pada malam Nisfu Sya,ban dengan membaca Al Ikhlas sepuluh kali", beserta keutamaan lainnya yang diriwayatkan Dailami dan lainnya adalah palsu/maudhu'.

Hadits tentang melakukan shalat pada malam Nisfu Sya'ban telah diriwayatkan melalui jalur sanad yang berbeda-beda, namun semuanya adalah bathil dan maudhu'.
Ini tidak bertentangan dengan riwayat Tirmidzi dari hadits "Aisyah yang menjelaskan perginya Rasulullah ke Baqi' dan turunnya Tuhan pada nisfu Sya,ban kelangit dunia, mengampunkan dosa-dosa manusia sekalipun lebih banyak dari bulu domba bani Kalb.
Karena pembicaraan disini adalah tentang shalat yang dibuat-buat pada malam tersebut. Disamping itu sanad hadits "Aisyah itu lemah dan terputus, begitu juga hadits Ali diatas, yang menganjurkan qiyamul lail pada malam itu, ini tidak menafikkan kedudukan shalat ini sebagai yang diada-adakan, disamping lemahnya hadits tersebut sebagaimana yang telah kita uraikan.

Al Hafizh Al Iraqi berkata:"Hadits tentang shalat malam Nisfu Sya'ban adalah maudhu dan bohong terhadap Rasulullah, Imam Nawawi dalam bukunya"Al Majmu" berkata :
"Shalat yang dikenal dengan shalat Raghaib, yaitu duabelas raka'at antara Naghrib dan Isya' pada malam jumat yang pertama dari bulan rajab, begitu juga shalat malam Nisfu Sya'ban seratus raka'at, kedua-duanya adalah bid'ah yang mungkar. Janganlah seseorang terkecoh, karena keduanya disebutkan dalam buku "Quutul Quluub" dan buku"Ihya' Ulumuddin", dan ada hadits yang menjelaskan keduanya.Karena keduanya dan ulama penulisnya salah dan bathil.

Dari ayat-ayat dan hadits diatas jelaslah bagi siapa saja menginginkan kebenaran, bahwa memperingati dan menghidupkan malam Nisfu Sya'ban dengan shalat dan ibadah lainnya serta mengkususkan siangnya dengan puasa adalah bid'ah yang mungkar menurut pendapat kebanyakan ulama, dan tidak ada dasarnya sama sekali dalam syariat. bahkan ia merupakan hal-hal yang diada-adakan dalam islam setelah masa para sahabat. Dan cukuplah bagi siapa saja menginginkan yang haq dalam masalah ini. firman Allah:
"Pada hari ini telah aku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Aku cukupkan nikmatKu untukmu, dan telah aku ridha Islam sebagai agama bagimu"(QS.AL-Maidah:3)
Sabda Rasulullah:
"Barangsiapa yang mengada-adakan dalam urusan agama kami, tanpa ada dasarnya, maka hal itu ditolak(tidak diterima)"


Seandainya disyariatkan untuk mengkhususkan ibadah tertentu pada malam Nisfu Sya'ban atau malam Jumat yang pertama dari bulan rajab, atau malam isra' mi'raj, maka pasti Rasulullah menganjurkan umat untuk mengamalkannya. Dan kalau itu terjadi para sahabat akan menukilnya dan tidak menyembunyikannya, karena sebaik-baik pemberi nasehat setelah para nabi.

Diatas telah diketahui bahwa tidak nukilan yang shahih dari Rasulullah dan para sahabat tentang keutamaan malam jumat pertama dari bulan Rajab, begitu pula malam Nisfu Sya'ban. Maka memperingati keduanya berarti bid'ah yang mungkar.
Benarlah apa yang dikatakan seorang ulama:
"Sebaik-baik perkara adalah yang dilakukan berdasarkan petunjuk, sedangkan sejelek-jelek perkara dalam agama adalah perbuatan bid'ah yang diada-ada".

Semoga Allah memberikan Taufiq kepada kita dan segenap kaum muslimin, agar senantiasa berpegang teguh kepada sunnah, dan terhindar daripada menyalahinya, sesungguhnya Dia Maha Pemurah lagi Maha Mulia.

www.bentengtauhid.blogspot.com

Tidak ada komentar: